Zaman
globalisasi sudah tidak terhindari lagi. Globalisasi seolah meruntuhkan tembok
pemisah ruang dan waktu. Sehingga kejadian di belahan bumi utara bisa diterima
beberpa detik dibelahan bumi selatan. Begitulah karakter globalisasi yang
cenderung merusak berbagai pelanggeran, termasuk di dalamnya juga berbagai
pelanggaran keagamaan. Sehingga di zaman globalisasi ini susah sekali
membedakan antara alim(orang
yang mengerti) dan jahil (orang
yang tidak mengerti), antara
faqih dan bukan faqih, antara mufassir
(ahli tafsir) dan mengaku-ngaku ahli tafsir.
![]() |
Tgk. Mukhlisuddin, SHI, MA Penyuluh Agama Islam Kab. Pidie Jaya Pengasuh Rubrik Ustaz Menjawab di Blog PAIF PIJAY |
Demikianlah keadaannya, berbagai informasi dan
pengetahuan dengan mudah dapat diakses di dunia cyber (internet). Bahkan yang
memperparah keadaan adalah banyaknya orang yang menjadikan
dunia maya (internet)sebagai
seorang guru tempat bertanya dan mencari tahu. Dan celakanya dari guru (dunia
maya) inilah mereka lalu menyebarkan apa yang di dapatnya kepada
murid-muridnya.
Memang, tidak semua yang ada di internet adalah tidak
benar. Banyak sekali kebenaran yang terserak di sana, akan tetapi kebenaran itu
belum teruji dan masih perlu diferifikasi lebih lanjut. Karena bagaimanapun
internet bukanlah guru yang memiliki sanad yang jelas, bahkan internet sering
menjadi penyebar hal-hal negative. Alih-laih membawa berkah, internet banyak
sekali memberi musibah. Bagaimana bisa menjadikan seseuatu yang menyebabkan
musibah sebagai seorang guru? Sungguh terlalu.
Oleh karena itu, keberadaan globalisasi dan internet
yang tidak dapat dihindarkan harus diposisikan yang benar dan member manfaat.
Sebagaimana pisau ditangan tukang masak bukan di tangan preman. Demikianlah
yang dilakukan oleh Rasulullah saw. yang berguru langsung kepada Jibril.
Demikianlah tuntunan agama yang baik sebagaimana dilanutnkan dalam sya’ir:
ومن يأخذ العلم من شيخ مشافهة
# يكن عن الزيغ والتصحيف فى حرم
ومن يكن أخذا للعلم من
صحف #
فعلمـــه عند أهــــــــل العلم كالعدم
Barangsiapa
yang mengambil ilmu dari seorang guru dengan musyafahah (berhadap-hadapan
langsung), niscaya terpeliharalah ia dari pada tergelincir dan jeliru. Dan
barangsiapa mengambil ilmu dari buku-buku (apalagi internet), maka
pengetahuannya menurut penilaian ahli ilmu adalah nihil semata.
Demikianlah seharusnya memposisikan internet sebagai
media yang harus dikonfirmasi kembali berbagi informasi di dalamnya. Tidaklah
layak langsung ditelan, tetapi harus dimasak lebih dahulu. Sayang sekali, banyak sekali orang terlalu
tinggi ego dalam dirinya sehingga malu bertanya dan enggan mengakui orang lain
sebagai gurunya yang lebih tahu. Jika sudah demikian maka percuma berbagai
nasehat, karena keinkarannya lebih kuat dari pada keinginan untuk
belajar.
المنكر لايفيده التطويل ولو تليت عليه
التوراة والانجيل
Tidaklah
berguna berpanjang kalam (keterangan) bagi orang yang telah inkar, walaupun
dibacakan untuknya taurat dan inji.
Sumber : Website NU
0 komentar:
Posting Komentar